Aksi Nyata Pelaksanaan Assesmen Diagnostik di Awal Semester untuk Persiapan Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia oleh H. Raden Dalhar Pilihanto, M.Pd

9 Februari 2023 at 03:25 (Tak Berkategori)


Latar Belakang
Lembaga pendidikan khususnya sekolah merupakan lembaga yang mendidik calon generasi penerus yang mumpuni dalam segala aspek kehidupan pada nantinya. Sebagai lembaga yang berfungsi mencetak kader generasi bangsa yang mumpuni segala aspek dari imput, proses, dan output harus benar-benar diadakan treatmen yang benar dan tepat. Sejak awal masuk di suatu lembaga idealnya sudah ada alat yang untuk mendeteksi apa yang dimiliki siswa baik kompetensi, kendala, dan kelemahan yang ada. Dengan hal tersebut, pada saat proses sekolah melalui tenaga pendidik mampu mengetahui kompetensi dan kelemahan yang ada sehingga dapat memilih materi, metode, teknik, dan media yang tepat. Pada akhirnya setelah proses diperlukan assesmen dan evaluasi yang tepat pula untuk dapat mengukur secara akurat dari proses yang telah dilakukan sehingga didapatkan output yang benar-benar berkualitas.
Salah satu kegiatan assessment yang pada Kurikulum Merdeka ini sangat digalakkan adalah assesment diagnostik. Assesment ini sangat penting untuk dilakukan. Asesmen diagnostik adalah sebuah asesmen yang dilakukan secara spesifik untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan siswa, serta karakteristik siswa sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik yang beragam
Asesmen diagnostik dapat dilaksanakan secara berkala pada awal pembelajaran, akhir setelah guru selesai menjelaskan dan membahas topik, dan waktu lain. Asesmen Diagnostik bisa berupa Asesmen Formatif maupun Asesmen Sumatif.
Manfaat pelaksanaan diagnostik kesulitan belajar yaitu guru dapat menentukan pembelajaran yang tepat mulai dari perencanaan, penyiapan materi, metode, media, serta evaluasi sesuai dengan keadaan kelas. Karena tentu berbeda perlakuan pembelajaran untuk kelas dengan siswa berkesulitan belajar dengan kelas yang biasa.
Tujuan Aksi Nyata Assesment Diagnostik
Hasil assesmen diagnostik ini merupakan gambaran awal kompetensi dan kelemahan yang ada pada siswa. Dari hasil inilah guru mempunyai modal pengetahuan berupa kompetensi dan kelemahan yang dimiliki siswa sehingga guru dapat memebuat perencanaan pengajaran yang tepat. Oleh karena itu, hasil assessment perlu dianalisis dan hasilnya digunakan untuk keperluan penetapan materi, strategi, metode, dan teknik mengajar, serta media pembelajaran selanjutnya

Deskripsi Aksi Nyata
Sebelum pembelajaran di awal tahun ajaran, pendidik perlu mengetahui kompetensi awal yang dimiliki siswa. Kompetensi awal siswa ini dapat kita lihat dari hasil imput data nilai siswa dalam pelaksanaan PPDB. Selanjutnya pendidik membuat perencanaan assesmen awal dengan menetapkan hari dan waktu pelaksanaan, menganalisis KD, dan dilanjutkan membuat soal assessment awal.
Pada tahap selanjutnya adalah pelaksanaan assessment. Untuk teknis pelaksanaan assessment pendidik menggunakan google form agar mudah analisis dan penskorannya. Sebelum pelaksanaan assessment, siswa perlu disosialisasikan tentang waktu dan tempat assessment, tujuan assessment, peralatan yang dibawa, dan materi yang dipelajari. Hal ini bertujauan agar pelaksanaan assessment dapat dilaksanakan dengan lancar.

Hasil Aksi Nyata Assesment Diagnostik
Dari hasil assessment diagnotik yangdilaksanakan diikuti oleh 77 siswa dan diperoleh data sebagai berikut rentang nilai antara 30 s.d. 100. Artinya nilai terendah 30 dan nilai tertinggi 100. Terdapat 10 siswa yang mendapat nilai dibawah 50. Sebanyak 62 siswa direntang nilai 65 s.d. 85. Untuk nilai di atas 90 sebanyak 4 orang dan 1 orang mendapat nilai 100.

Refleksi
Refleksi pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau siswa memberikan umpan balik kepada guru lain yang sedang melaksanakan suatu kegiatan pembelajaran dalam hal ini assessment. Refleksi dapat dilakukan dalam bentuk penilaian tertulis dan lisan yang dilakukan oleh guru atau siswa untuk guru dan siswa, guna mengekspresikan kesan konstruktif, harapan, serta kritik terhadap proses pembelajaran. Dari hasil assessment diagnostic yang diperoleh ada beberapa hal yang dapat dikoreksi dan ditindak lanjuti
1. Assessment diagnostik suatu kegiatan yang sangat bermanfaat oleh karena itu perlu dilaksanakan secara rutin dan perjenjang.
2. Pelaksanakan assessment diagnostik perlu di dijadwalkan sehingga tidak ada jadwal assessment yang tumpang tindih.
3. Pelaksanaan assessment tidak hanya berkaitan dengan mata pelajaran, tetapi dapat juga aspek lain yang menunjang berjalannya proses pendidikan di suatu sekolah.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Perlukah Adiwiyata di Sekolah?

25 November 2020 at 02:49 (Tak Berkategori)

Masih segar dalam ingatan penulis yaitu Jumat, 5 Juni 2015, di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo memperingati hari Lingkungan Hidup Sedunia yang bertema “Mimpi dan Aksi Bersama untuk Keberlanjutan Bumi” . Dalam kesempatan itu pula, Presiden menyerahkan penghargaan kepada para tokoh lingkungan, LSM, dan lembaga pemerhati lingkungan. Di peringatan tersebut,beberapa sekolah dari seluruh Indonesia yang mempunyai perhatian lebih dalam bidang lingkungan, tidak ketinggalan beberapa sekolah di Provinsi Kalimantan Selatan, diundang dan mendapat penghargaan. Penghargaan terhadap sekolah yang peduli dan berwawasan lingkungan ini disebut Adiwiyata.
Sampai hari ini pro dan kontra tentang program Adiwiyata di sekolah masih mengemuka bahkan ada sekolah yang dengan tegas tidak mau menerapkan program Adiwiyata tersebut. Ada beberapa pertanyaan yang sekaligus permasalahan bagi sekolah yang belum atau tidak mau menerapkan program Adiwiyata. Pertanyaan tersebut adalah apa keuntungan sekolah mengikuti dan melaksanakan program Adiwiyata? Dana dari mana bila mengikuti dan melaksanakan program Adiwiwiyata di sekolah? Bukankah program Adiwiyata tersebut justru menambah beban pendidik?
Tiga pertanyaan di atas merupakan tiga pertanyaan yang esensial dari sekian banyak pertanyaan yang muncul dan pertanyaan lain yang belum terungkap. Bagi penulis, untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut, sebaiknya harus dimulai dari persepsi yang sama dulu tentang program Adiwiyata ini program siapa?
Program Adiwiyata ini dianggap sebagai program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) bukan program Kementerian Pendidikan Nasional. Anggapan ini mengakibatkan adanya persepsi bahwa program yang berkaitan dengan lingkungan yang tercantum dalam program Adiwiyata merupakan program kerja KLH. Dari persepsi yang salah ini, bagi sekolah yang tidak mengetahui akan tidak acuh terhadap program Adiwiyata. Padahal program Adiwiyata ini adalah program dua kementerian yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Dua kementerian ini sudah menandatangani MoU sejak tahun 1996 dan pembaharuan MoU terakhir pada 1 Februari 2010. MoU ini merupakan pelaksanaan amanah UU No. 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan LH terutama pasal 65 ayat 2 bahwa salah satu hak masyarakat adalah mendapatkan pendidikan lingkungan hidup. Hal ini tentu merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang ramah lingkungan.
Program Adiwiyata adalah program jangka panjang, partisipasif, dan berkesinambungan. Oleh karena itu, sebelum melaksanakan program Adiwiyata di sekolah perlu ada sosialisasi mengenai 5 W 1 H-nya Adiwiyata kepada seluruh warga sekolah. Kenyataan selama ini, program Adiwiyata sering tidak disosialisasikan dengan baik sehingga program yang sebenarnya baik akhirnya mendapat tanggapan dingin dari warga sekolah bahkan menolak dengan tegas. Selain itu, program ini juga terkadang dibumbui atau dibungkus dan ditumpangi untuk tujuan politis sehingga semakin skeptis penerimaan warga sekolah terhadap program ini. Fakta lain di lapangan, terkadang terlihat kurangnya koordinasi instansi-instansi terkait sehingga program antardinas kurang singkron dan berbenturan. Ketidaksinkronan ini juga berakibat pada pada legalitas mata pelajaran LH sebagai mulok dan apakah juga bila tidak mencapai KKM mata pelajaran LH ini dianggap sebagai NK dalam kenaikan kelas. Ini juga permasalahan yang sampai hari ini penulis juga belum mendapatkan informasi yang jelas.
Berpijak dari persamaan dua persepsi di atas, mari kita urai jawaban ketiga pertanyaan esensial di awal. Sampai hari ini bagi sekolah yang baru memulai program Adiwiyata −kira-kira sepakat dengan penulis− masih belum merasakan manfaat dan keuntungan apa-apa dari program Adiwiyata. Seperti yang telah penulis sebutkan di atas bahwa program Adiwiyata ini merupakan program jangka panjang, partisipasif, dan berkesinambungan serta berkaitan dengan proses perubahan karakter dari tidak acuh terhadap lingkungan menjadi acuh kepada lingkungan sehingga manfaat dan keuntungan program ini bukan instan dan seketika dapat dirasakan. Apalagi program ini juga dicampuri dengan silang pendapat, pro dan kontra antarwarga sekolah tentang program ini sehingga kesan tidak ada manfaat dan keuntungan semakin kental. Namun, bagi sekolah yang sudah 3 – 4 tahun melaksanakan program ini dengan kompak dan konsisten, manfaat dan keuntungan baru mulai terasa. Penulis garis bawahi, baru mulai terasa.
Mengapa demikian? Dalam buku panduan Adiwiyata disebutkan bahwa Adiwiyata mempunyai pengertian sebagai tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan dan tujuan program Adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Jadi, manfaat yang ingin dicapai dalam program Adiwiyata tidak hanya sekedar fisik, tetapi juga nonfisik (perilaku, karakter).
Secara fisik sekolah yang indah, nyaman, bersih, kondusif, dan sarana prasarana ramah lingkungan yang mendukung KBM merupakan target sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata. Dari segi nonfisik, tujuan program Adiwiyata ini lebih mengarah kepada menanamkan perilaku dan karakter peserta didik agar peduli dan berwawasan lingkungan dalam setiap aktivitasnya
Capaian sarana fisik merupakan capaian yang akan dapat dilihat dengan kasat mata dan mudah apalagi bagi sekolah besar dan RKAS besar pula. Namun, mengubah karakter dari yang tidak acuh dan menjadi acuh atau peduli, bersih, berwawasan, dan berbudaya lingkungan ini perlu proses yang lama dan perubahan tersebut dapat dlihat dalam kurun waktu 2 – 3 tahun bahkan lebih. Itulah sebabnya proses pencapaian perubahan itu perlu melibatkan berbagai aspek dan lini di sekolah.
Perubahan karakter itulah yang merupakan manfaat dan keuntungan sesungguhnya dalam program Adiwiyata. Sikap individu seluruh warga sekolah untuk bersih, peduli, berwawasan, dan berbudaya lingkungan itulah tujuan akhirnya. Tentu, bagi sekolah yang sudah menerapkan program ini selama 3 – 4 tahun atau lebih indikator lingkungan yang bersih, indah, nyaman, mendukung KBM dan warga sekolah yang bersih, peduli, berwawasan, dan berbudaya lingkungan sudah terlihat. Yang pada hakikatnya, kita sudah memberikan bekal tongkat estafet kepada generasi muda yang peduli dan mencintai lingkungan untuk kesejahteraan umat manusia. Kepadanyalah kita menaruh harapan.
Keuntungan dan manfaat lain yang dapat kita rasakan adalah tertib administrasi. Komponen penilaian sekolah Adiwiyata ada dua yaitu dokumen dan sarana fisik sekolah. Dari segi dokumen, sekolah sejak dini harus terbiasa mendokumentasikan setiap aktivitas dan administrasinya. Setiap aktivitas atau kegiatan sekolah harus dimulai dengan perencanaan, keadministrasian, dan pelaksanaan (pelaksanaan harus didokumentasikan bisa dalam bentuk foto atau video), dan evaluasi. Semua tahapan kegiatan tersebut harus ada bukti fisiknya. Kegiatan mendokumentasikan ini sejalan dengan akreditasi sekolah. Dengan demikian, pelaksanaan program Adiwiyta ini juga mendukung program sekolah di bidang lain.
Pertanyaan kedua yang selalu menjadi kendala dan ini menjadi palang pintu utama, terutama sekolah baru, kecil, dan dana terbatas adalah dana. Tidak dipungkiri untuk memenuhi standar sarana prasarana sekolah sesuai Permen No. 24 Tahun 2007 memerlukan dana yang tidak sedikit apalagi sekolah Adiwiyata. Melihat program sarana prasarana sekolah Adiwiyata yang banyak sangat logis apabila sekolah akan mengatakan, boro-boro memikirkan Adiwiyata yang memerlukan dana besar untuk mendanai operasional sekolah saja sudah kembang-kempis. Pernyataan ini tidak salah. Memang sekolah baru dan kecil lebih mengutamakan biaya operasional, berjalannya KBM, dan gaji guru honor serta karyawan tidak tetap. Namun, kembali kepada tujuan dan prinsip Adiwiyata yaitu jangka panjang, partisipasif, dan berkesinambungan. Oleh karena itu, grand desain, program kerja, dan rencana sekolah perlu secara bertahap memenuhi kriteria sekolah Adiwiyata serta perlu skala prioritas. Jangan sampai program Adiwiyata menjadi beban RKAS dan akhirnya program Adiwiyata yang disalahkan.
Perlu diingat bahwa program Adiwiyata sebenarnya sejalan dengan standar sarana prasarana (Permendiknas No 24 Tahun 2007), kriteria sekolah sehat, akreditasi, dan lain-lain sehingga suatu kewajaran bila secara bertahap pemenuhan sarana fisik dan nonfisik harus masuk perencanaan dan direalisasikan. Selain itu, prinsip partisipasif dalam program Adiwiyata perlu dijalankan sehingga mengurangi beban RKAS. Partisipasif ini dapat melibatkat warga sekolah, komite sekolah, dan pihak ketiga. Partisipasif inilah yang menjadi nilai tambah dalam kriteria penilaian sekolah Adiwiyata. Inilah siasat yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah terutama sekolah baru, kecil, dan sekolah yang mengalami keterbatasan dana.
Dalam kriteria penilaian sarana prasarana sekolah adiwiyata ada dua standar capaian yaitu ketersediaan sarana prasarana pendukung yang ramah lingkungan dan peningkatan kualitas pengelolaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana yang ramah lingkungan. Standar yang pertama merupakan pemenuhan secara fisik di sekolah seperti air bersih, sampah (penyediaan tempat sampah terpisah, komposter), tinja, air limbah/drainase, ruang terbuka hijau, kebisingan/getaran/radiasi, pengomposan, pemanfaatan dan pengolahan air, hutan/taman/kebun sekolah, green house, toga, kolam ikan, biopori, sumur resapan, biogas, dan lain-lain. Penulis tidak menutup mata bahwa pemenuhan sarana fisik tersebut perlu biaya tidak sedikit, namun ada beberapa point dari pemenuhan sarana tersebut dapat dipenuhi dengan pemanfaatan limbah atau barang bekas, seperti pengadaan tempat sampah, dan apabila ini dapat dilakukan justru dapat menghemat anggaran dan nilai tambah. Selain itu, dalam rangka pengadaan sarana fisik tersebut pihak sekolah juga dapat bekerja sama dengan pihak ketiga seperti dinas terkait, perusahaan, masyarakat, dan sponsor. Standar yang kedua dalam sarana prasarana ini lebih ditekankan pada pemeliharaan sarana fisik yang dimiliki sekolah yang harus dilakukan oleh warga sekolah secara rutin. Hal ini bertujuan agar sarana fisik yang ada di sekolah terpelihara dan terhindar dari kerusakan sehingga mengurangi biaya perbaikan yang pada akhirnya menghemat anggaran.
Pertanyaan terakhir ini merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan tanggung jawab sebagai pendidik. Dalam aktivitas KBM, seorang pendidik, sesuai UU Nomor 20 tahun 2003 Sisdiknas, harus benar-benar profesional. Artinya, pendidik harus mampu merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Dari pernyataan tersebut jelas, banyak kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang pendidik mulai awal semester, sebelum mengajar,saat mengajar, setelah mengajar, menjelang akhir semester. Belum lagi pendidik yang mendapat tugas tambahan seperti wakil kepala sekolah atau wali kelas. Tentu tidak banyak waktu yang tersisa. Kesibukaan ini akan ditambah dengan program Adiwiyata yang harus dimasukkan dalam KBM. Apa kata dunia? Kapan istirahatnya? Menambah pekerjaan pendidik saja. Itulah pertanyaan dan pernyataan yang selalu mengemuka.
Namun, marilah kita cermati bersama apakah benar program Adiwiyata ini benar-benar menambah beban pendidik? Sepengetahuan penulis menyisipkan materi lingkungan hidup (LH) bukanlah barang baru dan sudah ada sebelum KTSP. Oleh karena itu, bukanlah hal yang menyulitkan pendidik apabila harus menyisipkan materi LH dalam RPP. Apalagi dalam Adiwiyata mensyaratkan minimal satu RPP yang disisipi materi LH. Demikian juga dengan soal evaluasi, hendaknya soal evaluasi dikaitkan dengan LH dan hal itu menurut hemat penulis bukanlah suatu beban tambahan bagi seorang pendidik karena hanya meyisipkan dan mengaitkan. Namun, penulis juga tidak memungkiri, ada tugas tambahan pada saat KBM yaitu mendokumentasikan saat proses KBM berlangsung sebagai lampiran bukti fisik dalam dokumen fisik. Tetapi, apabila kita pikirkan lebih bijak, kegiatan mendokumentasikan setiap aktivitas di era sekarang adalah suatu kewajiban. Oleh karena itulah, sebelum program Adiwiyata akan diterapkan di sekolah, kepala sekolah dan tim Adiwiyata sekolah sangat perlu menjelaskan, menginformasikan, dan menyakinkan warga sekolah terutama pendidik tentang manfaat, tujuan, dan tanggung jawab pendidik terhadap peserta didik berkaitan dengan lingkungan.
Dari uraian di atas, penulis simpulkan bahwa program Adiwiyata sangat relevan masuk institusi pendidikan yaitu sekolah karena melalui lembaga pendidikan dan tangan peserta didiklah kita dapat menanamkan rasa peduli dan cinta lingkungan sejak dini dan untuk masa datang. Kepiawaian para pendidiklah yang kiranya ujung paling depan untuk mengubah hal itu. Kendala dalam sebuah kegiatan atau program pasti ada, tetapi solusi tentu tetap ada. Saatnya kita menyadari bahwa melalui peserta didiklah kita menitipkan lingkungan dan bumi ini. Melalui pendidikanlah kita mencoba memulai mengubah kebiasaan peserta didik yang asalnya berperilaku tidak acuh pada lingkungan menjadi acuh/peduli dan mencintai lingkungan. melalui pendidiklah benih-benih kecintaan pada lingkungan ini kita tebarkan, kita semai yng pada akhirnya anak cucu kitalah yang benar-benar mendapatkan bumi yang indah, nyaman, dan sehat. Meminjam jargon orang yang mempunyi pengaruh besar di negeri ini; kalau tidak kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang, kapan lagi.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Bagaimana UN 2014 di SMA Negeri 1 Martapura

16 April 2014 at 02:24 (Tak Berkategori)

Pelakasanaan UN 2014 di SMA Negeri 1 Martapura berlansung dengan lancar dan tertib. UN tahun jauh lebih baik dengan UN tahun sebelumnya. Persiapan dari distribusi soal dan kesiapan panitia baik dari pusat, daerah, maupun sekolah lebih terkoordinasi dan tepat waktu.

Khusus untuk pelaksanaan UN tahun 2014 di SMA Negeri 1 Martapura, secara umum berlangsung dengan baik, lancar, dan tertib. Memang  ada beberapa kendala, tetapi kendala ini tidak sampai mengganggu pelaksanaan UN. Kendala ini antara lain masih ada beberapa siswa yang terlambat. Namun,  pada hari kedua keterlambatan siswa ini sudah dapat di atasi. Kendala lain adalah masih adanya kekurangtelitian beberapa siswa dalam mengisi data diri siswa dalam LJK. Hal ini pun juga dapat teratasi pada hari kedua.

Dari uraian di atas, perlu kiranya untuk panitia internal sekolah untuk tahun depan lebih dini menyosialisasikan kepada siswa tetntang kedisiplinan. Hal ini akan lebih mempersiapkan dan mengondisikan siswa dalam menjawab soal dan hal ini tentunya akan memberi efek psikologis yang baik yaitu ketenangan dalam mengerjakan soal UN.

Foto0025

 

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

STRATEGI PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

6 Juli 2010 at 04:48 (Tak Berkategori)

Pengantar

 

Ilmu adalah pengetahuan yang rasional dan didukung dengan bukti yang empiris dan memiliki dua bentuk yang menjadi ciri khasnya yaitu paradigma dan metode. Dalam hal paradigma dan metode ini ilmu selalu berorientasi pada logika dan  berkaitan dengan  cara berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah selalu berhubungan dengan teknik, urutan/alur ilmiah,  metode, pendekatan, dan lain-lain yang berkaitan dengan menarik simpulan deduktif dan induktif.

Baca entri selengkapnya »

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

27 Januari 2010 at 14:19 (Tak Berkategori)

STRATEGI PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

PENGAJARAN SASTRA PUISI DI SEKOLAH *

30 September 2009 at 06:09 (Tak Berkategori)

Selasa, 2008 Agustus 26

pengajaran sastra puisi


Oleh: M. Amir Tohar**

Berbicara soal pengajaran sastra di sekolah maka tujuan yang harus dicapai ada-lah siswa mampu menikmati, menghayati, memamahi, dan memanfaatkan karya sastra; untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkat-kan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Di samping itu, secara khusus, siswa menguasai dan membedakan antara karya sastra berbentuk prosa, naskah drama, dan puisi. (B.Rahmanto, 2000:654).
Berangkat dari persoalan ini, maka pengajaran sastra Indonesia bertujuan sangat mulia, dan sangatlah penting bagi para siswa. Persoalannya sekarang bahwa pengajaran sastra Indonesia di sekolah, berada (atau dimasukkan) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sehingga, kemungkinan besar, pelajaran sastra tidak begitu banyak diajarkan kepada siswa, karena lebih menekankan pelajaran tata bahasa. Lebih lagi, apabila gurunya tidak suka akan sastra maka pelajaran sastra akan dilewatinya. Sungguh ironis, tentunya! Padahal tujuan pengajaran sastra sangat mulia seperti yang saya sebutkan di muka.
Dalam pengajaran sastra, terbagi atas pengajaran sastra prosa (cerpen, novel, roman dll.), puisi (elegi, dramatik, satirik, kontemplatif, naratif dll.), dan naskah drama (panggung, sinetron, modern dll.).
Pada makalah saya ini saya hanya akan membicarakan soal pengajaran sastra puisi yang menyangkut masalah penulisan dan pembacaannya. Ini sesuai dengan profesi yang saya tekuni sebagai penulis puisi selama ini.

Menulis Puisi
Pengajaran sastra genre puisi bagi siswa memang tidak mudah. Setidaknya bagi para guru yang mengajar bahasa Indonesia, pastilah agak merasa kesulitan dalam pengajarannya. Karena materi pelajaran puisi tidak bisa diajarkan secara gampang seperti pelajaran matematika. Lebih lagi jika gurunya tidak suka akan puisi.
Menulis puisi biasanya berkaitan dengan beberapa hal berikut ini:
1. pencarian ide (ilham);
2. pemilihan tema;
3. penentuan jenis puisi;
4. pemilihan diksi (kata yang padat dan khas);
5. pemilihan permainan bunyi;
6. pembuatan larik yang menarik (tipografi);
7. pemilihan pengucapan;
8. pemanfaatan gaya bahasa;
9. pemilihan judul yang menarik.

Sedangkan pengertian puisi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti ‘membuat’ atau poeisis yang berarti “pembuatan”. Di dalam bahasa Inggris disebut sebagai poem atau poetry. Puisi berarti pembuatan, karena dengan menulis puisi berarti telah menciptakan sebuah dunia. (Sutedjo dan Kasnadi, 2008:1).

Pengertian puisi, maka menyiratkan beberapa hal yang penting, antara lain:
1. Puisi merupakan ungkapan pemikiran, gagasan ide, dan ekspresi penyair;
2. Bahasa puisi bersifat konotatif, simbolis, dan lambang; oleh karena itu puisi penuh dengan imaji,
metafora, kias, dengan bahasa figuratif yang estetis;
3. Susunan larik-larik puisi memanfaatkan pertimbangan bunyi dan rima yang maksimal;
4. Dalam penulisan puisi terjadi pemadatan kata dengan berbagai bentuk kekuatan bahasa yang ada;
5. Unsur pembangun puisi mencakup unsur batin dan lahir, sehingga menjadi padu;
6. Bahasa puisi tidak terikat oleh kaidah kebahasaan umumnya, karena itu, ia memiliki kebebasan untuk menyimpang dari kaidah kebahasaan yang ada, bernama licentia poetica.

Sebelum kita mengajarkan bagaimana menulis puisi, seorang guru sebaiknya harus memandang semua para siswanya mepunyai kemampuan yang sama dalam hal penulisan, sehingga para siswa tidak menjadi malas untuk menulis. Harus kita sadari bahwa semua siswa adalah: kreatif, imajinatif, ilusif, jenius, dan komunikatif. Untuk itulah, tantangan yang kita hadapi di depan siswa, bahwa mereka haruslah diajak bersama-sama untuk terlibat dalam mata pelajaran sastra yang kita ajarkan.
Mengawali untuk pelajaran menulis puisi, sebaiknya setiap siswa disuruh untuk membacakan sebuah puisi di depan kelas, secara bergiliran. Dari hasil pembacaan puisi secara bergiliran ini, maka kita akan mendapatkan hasil, bahwa mereka para siswa akan berani tampil didepan kelas, di samping akan mendapatkan vocabulary diksi yang baik dari isi puisi yang ditulis penyair.
Seiring para siswa yang telah mendapatkan banyak vocabulary diksi yang baik tersebut, baru kemudian kita mengajak mereka untuk menuliskan puisi.
Untuk memudahkan dalam penulisan puisi, maka banyak cara yang dapat digunakan dalam konsep pembuatannya:
1. Niteni, nirokne, dan nambahi:
Dalam cara ini, seseorang siswa pada mulanya diajak untuk mengingat-ingat sebuah karya puisi, lantas

disuruh untuk mencoba mencontoh naskah puisi tersebut, dan kemudian diajak untuk menambahi
(mengubah) kata-kata lain yang sesuai dengan kreativitas pikirannnya.
2. Epigonal, aforisme, outbond, dan cinta
a. epigonal: cara epigonal ini, seorang disuruh menirukan naskah-naskah puisi yang sudah ada dengan
menambahi sesuai kreativitasnya;
b. aforisme: pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup atau kebenaran umum. contoh
seperti peribahasa: alah bisa karena biasa. Para siswa diajak menulis puisi, berangkat dari peribahasa-
peribahasa yang telah diajarkan guru sebelumnya. Tentunya dalam hal ini, perlu kreativitas
tersendiri bagi siswa;
c. outbond: para siswa diajak di luar sekolah guna mengamati apa saja yang ada di luar sekolah tersebut.
Mereka bisa menulis tentang: daun, pohonan, pengemis, petani, gunung, panas cuaca, hujan atau apa
saja yang mereka temuai di kegiatan outbond tersebut;
d. cinta: cara yang terakhir ini adalah konsep yang barangkali paling mudah bagi para siswa, karena
mereka disuruh menulis puisi berdasarkan cinta. Boleh cinta kepada orang tua, kekasih, alam, tanah
air, dan banyak lagi.
Selain beberapa cara tersebut di atas, maka yang perlu diperhatikan bahwa dalam
penulisan puisi adalah bagaimana para siswa bisa menulis puisi dengan menggunakan ‘kata-kata dasar’ dalam penulisannya. Mengapa demikian? Karena puisi yang baik adalah puisi yang mempunyai sedikit kata, tapi punya banyak makna.
Nah… sekarang mari kita coba bersama-sama menulis puisi dengan berbagai cara tersebut di atas. Semoga ada hasilnya!
Membaca Puisi
Dunia baca puisi atau poetry reading, sekarang ini sedang banyak digemari oleh kalangan masyrakat. Dari kalangan pelajar yang suka belajar baca puisi untuk kegiatan lomba-lomba, atau untuk kegiatan pentas tujuhbelasan, hingga untuk kegiatan perpisahan di sekolah. Acara baca puisi tidak pernah ketinggalan ikut tampil dalam acara-acara tersebut.
Tapi ternyata, baca puisi, yang termasuk juga dalam kategori membaca indah itu, tidak semudah dilakukan oleh seseorang. Apalagi bagi orang yang awam, dan tak pernah naik panggung. Bagi mereka mungkin sulit, tapi tidak bagi mereka yang sudah terbiasa membacanya.
Sementara itu membaca puisi, selain sebagai jenis membaca indah, juga merupa-kan salah satu kegiatan apresiasi sastra. Apresiasi sastra dapat diartikan sebagai usaha pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap karya sastra, sehingga menimbulkan kegairahan terhadap sastra tersebut. Apresiasi sastra juga dapat menciptakan kenikmatan yang timbul sebagai akibat pengenalan dan pemahaman terhadap sastra. Sedangkan salah satu bentuk apresiasi sastra adalah dengan cara membaca puisi. Karena dengan membaca puisi seseorang akan dapat kenal dan paham, serta menimbulkan gairah, serta kenikmatan terhadap perilaku kehidupan seseorang.
Mengapa demikian? Karena pembaca akan menangkap keindahan, kemerduan bunyi, serta mungkin pesan-pesan moral yang terdapat dalam sastra, sehingga nurani-nya tersentuh, yang pada akhirnya perilaku kehidupan sehari-hari seseorang tersebut akan juga berubah ke arah yang lebih baik.
Sedangkan untuk menghasilkan pembacaan puisi yang baik dalam suatu performance art ada beberapa syarat, di antaranya adalah:
pertama yang harus dilakukan seorang pembaca puisi adalah mengetahui lebih dulu interpretasi: penafsiran dari isi puisi tersebut, baru kemudian
membacanya.
artikulasi: tekanan kata, yaitu mengucapkan kata secara tepat dan jelas atau pelafalan harus benar;
volume : lemah dan kerasnya suara (usahakan suara asli pembaca dan suara tidak dibuat-buat);
tempo : pengucapan cepat dan lambatnya suara disesuaikan dengan isi puisi;
modulasi : mengubah suara dalam baca puisi;
intonasi : tekanan dan lagu kalimat;
teks puisi: dalam baca puisi, seharusnya teks puisi yang dibaca tidak menutup wajah pembaca, dan bahkan jika
bisa teks tersebut bisa dijadikan alat/sarana akting.
akting : usahakan dalam baca puisi tidak terlalu banyak gerak, sehingga tidak over-acting. Agar memudahkan
anak berlatih bergerak (moving) maka pada bait pertama, anak berada di posisi tengah stage
(panggung), maka pada bait berikutnya ke posisi kanan atau kiri stage. Bisa juga di posisi belakang atau
di depan stage (panggung).
Selain aspek yang telah saya kemukakan di atas, perlu pula seorang pembaca puisi mempunyai penampilan seni atau nyeni (performance-art), artinya seorang pembaca puisi tidak harus bersikap sempurna seperti tentara akan baris, tapi usahakan juga berakting dengan indah, melalui gerak tangan dan kaki, ekspresi muka, dan lain sebagainya. Lantas mau memanfaatkan stage atau panggung yang ada di sekitarnya.
Dalam hal ini biasanya disebut sebagai teknik menghidupkan suasana atau mood, agar bacanya menjadi intelligible (yang dapat dimengerti, mantap dan meyakin-kan bagi pendengar/audiens), dan audible (dapat didengar dengan jelas pelafalan bacanya) , dan kemudian isi puisi yang disampaibacakan tersebut bisa ditangkap oleh penonton..
Dari uraian di atas, tampaknya membaca puisi memang gampang. Tapi sebenarnya tak semudah yang kita omong-bicarakan. Ayo kita coba baca puisi Ayo kita coba baca puisi, berikut ini naskah puisi **bagi anak-anak SD dan SMP:

aming aminoedhin
DI MANA MEREKA SEKOLAH

desa temanku tenggelam sudah
tak ada lagi tanaman hijau
tinggal kini terlihat atap-atap rumah
tampak seperti mengigau

igauan suaranya perih
atap-atap rumah seakan merintih
dari lumpur yang membuat hancur
hingga beribu penghuninya kabur

desa temanku tenggelam sudah
aku tak tahu ke mana mereka pindah
di mana mereka kini sekolah

Sidoarjo, 12/2/2008

aming aminoedhin
AKU LUPA MENGAJI

Pada musim kemarau rumput-rumput di tanah lapang
mengering. Daun di pepohonan kering

Angin terlalu kencang
menerbangkan debu dan layang-layang
layang-layangku nan gagah terbang
diulur panjangnya benang

Hati ini jadi riang
bermain layang-layang
hingga aku lupa
belajar mengaji
di mushola

Barangkali aku berdosa
lantas aku berjanji dalam hati
tak mengulangnya di esok hari

Mojokerto, 1999

aming aminoedhin
JENDELA DUNIA

Almari Bapakku dipenuhi buku
kata Ibu, semua buku-buku itu
adalah jendela dunia
jika aku mau baca
segala ilmu akan kusua

Ternyata benar, kata Ibu
selepas buku-buku kubaca
dunia tampak ada di sana
ada yang hitam dan putih
ada yang senang dan sedih

Jadi kawan!
bacalah buku agar kau
bertemu segala ilmu

Baca dan bacalah buku
karena buku adalah jendela dunia
sejuta ilmu pasti kau sua

Mojokerto, 19/10/1999

aming aminoedhin
BERJAMAAH DI PLAZA

kata seorang kyai, belajar ngaji
adalah amalan yang patut dipuji
dan sholat berjamaah
dapat pahala berkah
berlipat-lipat jumlah

tapi kenapa banyak orang
belajar nyanyi, belajar tari
dan baca puisi?

tapi kenapa banyak orang berjamaah
hanya di plaza-plaza
hamburkan uang berjuta-juta?

adakah ini dapat dipuji, dan
adakah plaza menyimpan pahala
berlipat ganda?

ah… barangkali saja, plaza-plaza
telah jadi berhala baru
yang dipoles gincu
begitu indah
dan banyak orang ikut berjamaah

Surabaya, 1992

aming aminoedhin
TENTANG BUNGA
* mira aulia alamanda

bunga-bunga tumbuh di halaman boleh mekar
setiap hari. dan mimpi-mimpi segar
yang terurai seakan bergetar
menabuh hati

dentang suaranya membuka jendela dunia
mendendangkan lagu cinta
menyejuta jumlahnya, merdu terdengar
melebihi suara rebana
melebihi suara biola
melebihi suara vina1
melebihi suara salena2

bunga-bunga melati kau suka
akan tetap ada. dan kau boleh tak percaya
ia seperti menagih janji kelak kau dewasa
bisa bernyanyi seperti mimpi orang tua
tak hanya melebihi vina dan salena
tapi juga bisa mengaji dan tahu agama
melebihi kyai yang ada di ujung desa

mira, itulah bunga-bunga
yang kau suka. memutih putih suci
mengingatkan kita akan surga
yang kelak kita bersua
bersama keluarga

Desaku Canggu, 18/2/2005

aming aminoedhin
TELEVISI

kotak kaca ajaib itulah
yang telah menyulap tingkah
anakku pandai
berulah

kotak kaca ajaib itu pula
yang jadi guru
bagi anak-anakku
bertingkah laku
melangkahkan sopan santun
jadi tak beruntun

barangkali kotak kaca ajaib
itu pula, yang
akan jadi orang tua
bagi anak-anak
yang ditinggal ibu-bapak

dan kotak kaca ajaib
menyudutkan kita sholat
dalam lima waktu tak tertib
Surabaya, 1995

NYANYIAN TANAH GARAM
karya: aming aminoedhin

masih seperti tahun-tahun pertama dulu
aku sempat menjamah tanahmu
angin laut demikian keras mendera
dari pantai kamal madura

lelangit sumilak terbuka
biru sebiru rinduku padamu
nelayan terguncang gelombang
bersama ikan-ikan tangkapan dalam perahu

sementara layang-layang terbang
dari tangan anak-anak yang riang
aku termangu berdiri di pantai itu
kemudian ada kenangan lintas di mataku

ternyata kenangan itu telah lama berlalu
namun kukira telah membatu dalam diriku

sebab dera angin laut
kebiruan langit
keterguncangan nelayan
layang-layang yang terbang
seakan baru seminggu berlalu

Surabaya, 1987

Membaca puisi, yang merupakan cabang seni membaca indah, memang tidak mudah. Tapi yang pasti diperlukan latihan-latihan yang lebih intens lagi. Pembaca yang baik, adalah yang sudah terbiasa di atas pentas, sehingga tidak ada lagi kata demam panggung.
Terakhir, bahwa membaca puisi itu ternyata gampang, lantas mengapa kita tak mencoba menulis puisi, kemudian membacakannya sendiri?
Terakhir, selamat mencoba menulis dan membaca puisi! Semoga berhasil!

aming aminoedhin
Desaku Canggu, 11 Maret 2008

* materi ceramah sastra di depan para guru se-kabupaten bangkalan, 3-4 juni 2008
** lebih dikenal dengan nama: aming aminoedhin, penyair
** akan termuat di kumpulan “Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu” karya aming aminoedhin
1 Vina Panduwinata, penyanyi si burung Camar
2 Salena Jones, penyanyi jazz si negro hitam

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2000. Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi, Jakarta: Pembinaaan
dan Pengembangan Bahasa (Depdiknas)
Aminoedhin, Aming. 2000. Apresiasi Sastra Lewat Baca Puisi, Surabaya: Jurnal
Gentengkali
Endraswara, Suwardi,. 2002. Metode Pengajaran Apresiasi Sastra, Yogyakarta:CV
Radhita Buana
Mohamad, Goenawan. 2007. Sudamala, Seni, dan Beda: Ke Arah Tafsir Lain Tentang
Keindahan(Orasi Budaya) , Surabaya: Fakultas sastra Unair
Nadeak, Wilson. 1985. Pengajaran Apresiasi Puisi, Bandung: CV Sinar Baru
Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai
Pustaka
Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra, Jakarta: PT Gramedia
Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Yuk Rame-rame Nulis Puisi (Makalah Ceramah),
Sidoarjo: Balai Bahasa Surabaya
Sutedjo dkk. 2008. Kajian Puisi, Ponorogo: STKIP PGRI Ponorogo
Tjahjono, Tengsoe. 2000. Membidik Bumi Puisi, Surabaya: Penerbit Sanggar Kalima

Permalink 1 Komentar

Bagaimana Seharusnya Mengajar Bahasa Indonesia

30 September 2009 at 05:51 (Tak Berkategori)

Selama ini pelajaran bahasa Indonesia kurang disukai oleh siswa. Ada anggapan bahwa pelajaran bahasa Indonesia pelajaran yang membosankan, materi selalu sama dari jenjang SMP sampai dengan jenjang SMA, pengajarannya selalu monoton. Oleh karena itu perlu ada kreativitas guru bahasa Indonesia untuk menghilangkan anggapan tersebut.

Menurut penulis ada beberapa hal yang harus dimiliki guru bahasa Indonesia agar pelajaran bahasa Indonesia terlepas dari anggapan di atas dan mampu menarik perhatian siswa antara lain

1. Guru bahasa Indonesia harus benar-benar menguasai kurikulum dan  silabus.

Penguasaan kurikulum dan silabus ini mutlak bagi guru bahasa Indonesia sebab tanpa penguasaan dua hal itu pengajaran bahasa Indonesia tidak terarah yang akhirnya guru bahasa Indonesia akan terkesan asal mengajar.

2. Guru bahasa Indonesia harus benar-benar menguasai metode dan teknik mengajar.

Penguasaan metode dan teknik mengajar ini akan lebih memudahkan guru bahasa Indonesia mencapai tujuan  dari      pembelajaran. Dalam proses pembelajaran ini guru harus benar-benar tepat memilih metode dan teknik yang sesuai dengan SK dan KD dalam KTSP.

3. Guru bahasa Indonesia harus menguasai materi dan materi yang disajikan selalu aktual dan faktual.

Penguasaan materi adalah hal yang mutlak bagi guru. Apabila seorang guru tidak menguasai materi, materi yang disampaikan kepada  siswa tentu tidak dapat diterima dengan baik.  Selain penguasaan materi, guru, khususnya guru bahasa Indonesia,harus menyajikan materi yang selalu aktual dan faktual sehingga siswa merasa mendapat sesuatu yang baru dari pembelajaran bahasa Indonesia.

4. Pembuatan alat evaluasi yang menarik dan menantang siswa.

Alat evaluasi yang menarik dan menantang siswa akan memotivasi siswa untuk belajar lebih tekun dan lebih jauh cakupan materinya.

5. Penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran bahasa Indonesia selama ini selalu identik dengan di depan kelas dan konvensional. Pelaksanaan pemembelajaran di depan kelas dan  konvensional mungkin akan  membosankan. Oleh karena itu, penggunaan teknologi informasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan mengubah stigma bahwa bahasa Indonesia sebuah pelajaran yang monoton, sulit berubah pola pengajarannya dan materi, dan yang pasti anak akan lebih menarik dan menyenangkan bila pembelajarannya menggunakan teknologi informasi.

Permalink Tinggalkan sebuah Komentar

Bahasa Indonesia adalah Pelajaran yang Sering Diremehkan

2 September 2009 at 03:24 (Tak Berkategori)

Pelajaran bahasa Indonesia oleh siswa sering dipandang sebelah mata. Hal ini karena siswa belum memahami beberapa hal yaitu kurang memahami fungsi bahasa, jarang mengaplikasikan teori yang diterima dalam hidup keseharian, dan hakikat bahasa

Permalink 1 Komentar